Tulisan, Kamu dan Berbagai Hal yang Akan Kita Temui Bersama

Mentari sedang malas untuk memperlihatkan diri


Melewati hari bersamamu, membutuhkan mental dua puluh tiga kali lebih besar. Menghitung detik demi detik, menit demi menit, agar kamu senantiasa hadir di sisi. Selebihnya, huruf yang ada dalam tulisan yang menjadi nafasku.

"Berapa lama lagi tulisan itu selesai?"

"Tergantung,"

"Tergantung apa?"

"Tergantung bagaimana perlakuanmu terhadapku. Jika kau terlalu rewel, maka tulisan ini akan lebih lama selesai," jawabku sambil terbahak.

Ia hanya mendengus sebal. Selalu Begitu.

"Apakah tulisan itu lebih penting dari aku?"

"Hei, kau tidak perlu cemburu, sayang. Tapi ketahuilah bahwa ia adalah nafasmu,"

"Ini bukan kemauanku, ya," jawabnya cemberut.

Baiklah, aku mengerti. Cinta yang terbagi dua memang membuat semua orang cemburu. Tapi sadarilah, ini untuk kau.

***

Tidak perlu melakukan berbagai hal untuk aku menjadi milikmu seutuhnya. Tanpa pena dan buku tulis yang tinggal satu halaman lagi. Tetapi kau mengerti bahwa mencintaiku haruslah mencintai pena dan buku tulis pula. Itulah kenyataannya.

"Aku ingin sesuatu, tapi aku nggak ngerti mau apa," katanya di suatu ketika.

"Kamu ingin makan enak? Aku belikan, ya? Atau mau kemana? Aku antar. Aku siap, Sayang," tawaranku dengan sigap.

Sebenarnya aku tidak tega denganmu saat situasi seperti ini. Dan aku mencoba menebak tentang perasaanmu kala itu, terlihat seperti berbalik-balik dan jumping. Sensitif dan tak terduga. Bahkan jika tawaranku tidak sesuai hati, kau akan marah dan ngambeg berlarut-larut.

Dengan segenap usaha, ku coba dengan cepat menuruti permintaanmu. Apapun itu.

"Maafkan aku, ya. Membuatmu repot. Tapi itu bukan kemauanku," katanya dengan nada pelan.

"Tidak apa-apa sayang, selama aku bisa, apa sih yang enggak buatmu,"

Ia terlihat tersenyum bahagia. Begitu pula denganku.

***

Semesta selalu mengingatkan, bisikan lewat angin ataupun malam. Perasaan tiba-tiba muncul. Secepat kilat aku datang kepadanya. Baik lewat telepon atau bertamu. Terkadang agak sedikit gusar ketika kau berada di tempat yang berjarak, bisa berpuluh-puluh kilometer darinya.

"Kamu kenapa? perasaanku tiba-tiba tidak enak. Aku seperti dapat bisikan untuk mengingatmu. Tiba-tiba ingin bersamamu," kataku.

Atau sebenarnya ia menggunakan mantra yang selalu menembus hatiku. Dengan sedikit telepati, aku dengan mudahnya tersentuh. Matamu seakan-akan berbicara, "Jika bukan karena aku sayang padamu, aku tak akan melakukannya, ya,"

Ia tertawa girang, seperti telah sukses melakukan sesuatu.

"Aku sakit," katanya tiba-tiba.

Sontak aku terkaget dan bingung.

"Sakit apa kamu, sayang? Aku antar ke dokter ya?" ajakku.

"Nggak usah, ini sudah baikan. Tadi aku pusing. Sekarang sudah minum vitamin. Sebentar lagi sembuh,"

Aku cemas. Matamu berkaca-kaca ketika beberapa menit aku datang. Ketika semesta membisikkan keadaanmu, aku memang dengan cepat menanyakan keadaanmu. Aku benar-benar sayang padamu. Meski terbagi dua, bersama tulisanku.

"Syukurlah. Aku sangat mencemaskanmu. Kupikir kau kenapa-napa,"

"Aku sudah baikan, masku," jawabnya pelan.

Aku lega, kala itupun aku pamit, karena memang kecemasanku hilang.

"Kamu bilang tak bisa berlama-lama meninggalkan tulisan," katanya.

"Mumpung ada ide baru mengalir. Kapan lagi, sayang,"

Keadaan ini mengingatkanku dengan perkataannya kala itu.

"Sepertinya aku bukan separuhmu. Hanya seperempat. Seperempatnya lagi untuk tulisan yang belum jadi. Meja dan laptop di bawah LED berwarna telah memanggilmu,"

Jika berbicara mengenai 'seper' berapa kamu dalam kehidupanku, itu tidak akan usai. Hidup bukan sekedar, kamu, aku, atapun tulisan. Masih banyak hal yang belum kita temui dan kita prioritaskan.

Adi Ariy

Turun ke jalan TOL JOKOWI mencari anomali Jangkrik, sehingga jadilah COCO CRUNCH "Catatan Kebimbangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar