Stratifikasi Sosial Bukan Ilusi Cinta


Pixabay
Dalam perjalanan historis manusia, interaksi yang hadir di dalamnya bukan hanya tentang ekonomi dan politik. Kisah-kisah romantisasi yang tidak selalu melalui pertimbangan ekonomis dan politis, seperti cerita-cerita cinta yang sering kita jumpai di dunia nyata.

Pengkajian soal percintaan, yang dibutuhkan bukan hanya kajian biologis dan psikologis. Namun itu mungkin hanya sebagai starting point dalam menganalisis masalah percintaan manusia. Bahwa kajian lain, seperti mikro-sosiologis sangat diperlukan untuk menemukan pola-pola interaksi dan konsekuensi sosial pada pasangan manusia yang sibuk dengan cinta.

Cinta sebagai faktor pemersatu sepasang kekasih untuk mengantarkan pada janji suci. Di samping itu, ternyata banyak konflik-konflik yang se-arus dengannya. Salah satu konflik yang terjadi adalah permasalahan stratifikasi sosial dalam sebuah hubungan cinta. Stratifikasi sosial adalah pembedaan masyarakat dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat (hierarkis).

Stratifikasi sosial, pada hakikatnya memang selalu hadir dalam kehidupan manusia. Namun saya tidak akan membahas terlalu dalam masalah stratifikasi sosial, terkait unsur, bentuk atau apapun itu. Dalam dunia cinta mencinta, stratifikasi sosial selalu melekat. Manusiawi.

Tentang mencintai seorang anak pemabuk, putri seorang ustadz, anaknya orang kaya atau anak seorang buruh kasaran? dunia percintaan memang fluktuatif. "Mencintai seseorang yang lebih baik dari sebelumnya," omong kosong lah ini. Baiknya cuma di awal. :( ahhh, sudah, malah baper.

Balik lagi, aku pernah mencintai orang yang strata-nya lebih tinggi, bahkan lebih lebih lebih. Niatnya sebagai motivator biar satu frekuensi, tapi hakikatnya seorang Adi Ariy adalah 'pemalas' jadi malah terlena dengan segala yang diberikan. Lalu apa langkah selanjutnya? Setelah sadar, akhirnya saya mencoba menuju frekuensi tersebut dengan cara lain. Namun hasilnya nihil, dia telah memberikan lingkaran yang indah.

Ketika saya putuskan untuk menjauh, tapi kenapa masih ada magnet yang sangat kuat untuk kembali (dari dia-nya)? Entah itu takut kehilangan atau apa, saya tidak tahu. Mencoba untuk biasa saja, membedakan diri saya yang dulu dengan sekarang. Sembari berharap dia punya yang lebih baik atau se-frekuensi dengan dirinya atau keluarganya. Karena saya jelas-jelas orang yang beda jauh di bawahnya.

Sebelum kalian berfikir yang tidak-tidak, awalnya memang saya telah 'mungkin' memberikan apa yang saya punya. Tapi tak bertahan lama, daya saya tidak kuat berlama-lama dengan itu, walaupun ketika daya saya habis, bisa pakai daya dia. Tapi ya gimana? saya lelaki boy. :(

Ceritanya ke' gitu ya... Sekian lama, saya memang 'klenger' kalo hidup begitu, karena aku juga takut kalo benar-benar mencintai. Lagi-lagi, Adi Ariy adalah seorang yang posesif, tapi gak terlalu juga. Lihat 'dikit' sesuatu yang tidak beres, ya langsung melampiaskan. Jahatnya saya...

Saya tekankan lagi, bukan masalah aku jahat atau apapun. Masalahnya, saya seakan-akan Syhook kultur. Saya ada tekanan dengan stratifikasi sosial. Pikiran-pikiran pesimis selalu hadir. Saya bahkan tidak punya pandangan ke depannya ketika dengannya.

Mungkin saat ini dia telah menemukan seseorang yang satu frekuensi. Dan aku? tetap mengakar rumput. Terimakasih kewarasan. Terimakasih pikiran posesif. Terimakasih tembok penghalang kemajuan. Saya gembira.



Adi Ariy

Turun ke jalan TOL JOKOWI mencari anomali Jangkrik, sehingga jadilah COCO CRUNCH "Catatan Kebimbangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar